Dental ID
Home Umum Rumah Sakit : Ada Untung Dibalik Pasien BPJS

Rumah Sakit : Ada Untung Dibalik Pasien BPJS

image from www.liputan6.com

Ditulis dan dipublikasikan :

Posma Siahaan

http://www.kompasiana.com

“Jangan pasif, Dok. Kita harus rajin menjalin silahturahmi, memberikan penyuluhan dan bimbingan ke puskesmas dan dokter keluarga di sekitar rumah sakit kita, karena rumah sakit-rumah sakit lain yang baru ikut BPJS sudah duluan aktif ke sana…, “informasi dari Tim BPJS internal rumah sakit kami dalam sebuah rapat.

“Iya, saya juga pernah dapat cerita pasien, dia minta dirujuk ke rumah sakit kita hampir saja tidak bisa, karena dokter keluarganya ngotot mengarahkan ke rumah sakit lain… (sebut saja namanya rumah sakit bunga, yang baru diresmikan setahun terakhir di kota kami).” Kabarnya, si dokter keluarga sudah sering berdiskusi dengan tim marketing rumah sakit baru, baik mengenai informasi pelayanan, bahas kasus atau hal-hal lain yang kita tidak tahu.

Ada apa ini? Aneh? Pasien BPJS, gitu lho….

Pasien BPJS Kesehatan yang katanya “beban” rumah sakit tertentu, merepotkan, tidak cocok harga, tidak menjamin mutu, tidak adil di sebuah kelompok yang “sinis” terhadapnya, ternyata sudah menjadi arena marketing bagi rumah sakit yang baru berdiri dan ada tim marketingnya. Apakah si rumah sakit ini tidak salah langkah? Gak takut rugi?

Ternyata kalau diamat-amati, memang BPJS Kesehatan dan sistem rujukannya memiliki beberapa keunggulan yang dapat dijadikan peluang, terutama rumah-rumah sakit baru yang mengerti manajemen rumah sakit secara holistic. Beberapa peluang itu antara lain:

Baca Juga :

Baca  Stop Eksploitasi Mahasiswa Kedokteran

1. Volume kerja. Kalau istilah dagangnya, dengan “memarketing” pasien BPJS dan pasien banyak ke rumah sakit mereka, sama saja dengan kalau dagang, itu main grosiran. Untung sedikit perpasien atau sesekali rugi tapi 100 kali untung, lebih mendingan daripada punya pasien kaya satu orang tapi hanya seminggu sekali, tapi selanjutnya rumah sakit kosong.

2. Utilisasi, baik itu alat maupun tenaga kerja. Kalau alat ronsen, perlengkapan operasi, sudah dibeli dengan modal ratusan juta sampai miliaran, hanya dipakai 100 kali sebulan, akan jauh lebih “berputar” bila dipakai sampai 10 ribu kali sebulan. Demikian juga tenaga kerja, berapa pun pasiennya, mereka tetap digaji ‘x’ rupiah. Kalau pasien berlebih, bisa dibuat lembur atau dibuka lowongan kerja bagi karyawan baru.

3. Iklan gratis, kalau ikut BPJS kesehatan, otomatis nama rumah sakit dikenal lebih luas dan bukan tidak mungkin yang ada asuransi tambahan, pasien umum atau yang mau naik kelas lebih memilih rumah sakit baru yang lebih nyaman, lebih sebentar mengantre, daripada rumah sakit lama yang cenderung jenuh dan malah sebagian karyawannya ketus dengan pasien BPJS.

Nah, bagi dokter, rumah sakit yang masih sinis dengan BPJS kesehatan, mungkin tulisan ini aneh, kalau di daerah mereka memang belum ada rumah sakit baru yang berdiri dan ikut BPJS. Tetapi, kalau suatu saat, ada dua rumah sakit dengan fasilitas lengkap, mulai menerima BPJS kesehatan dan mampu me-manage keuangan dengan mutu dan efektifitas yang seimbang, semua pasien akan otomatis memilih fasilitas kesehatan yang ramah dan memahami marketing, lalu rumah sakit yang pasif dan merasa BPJS Kesehatan ini sebagai beban akan ditinggalkan.

Baca  Bali : BPJS Amburadul, Pemprov Menggunakan Sistem Ciptaan Sendiri

Maka, saya pribadi berpendapat, kalau dulunya dua tahun setengah yang lalu, BPJS Kesehatan adalah marketing pasif sebuah rumah sakit, saat ini tidak boleh begitu lagi, tetapi pasien BPJS pun harus dibina dan dijadikan target marketing.

Sumber tulisan :

http://www.kompasiana.com

#Note: Ada perubahan judul namun tidak mengurangi materi dan esensi yang terkandung.

(Visited 168 times, 1 visits today)

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ad