Hotlin Ompusunggu : Dokter Gigi & Pelestari Hutan


Seorang dokter gigi di Indonesia mesti menangani lebih dari 20 ribu warga. Itu kalau manut data 2013. Jika Hotlin Ompusunggu ingin memanfaatkan kondisi demikian, ia pasti sudah hidup nyaman. Tapi, sang dokter lebih memilih untuk mendamba hidup dengan cara tinggal di pedalaman Kalimantan. “I want to live,” tulisnya di akun Twitter yang diyakini miliknya, “not just aging.”
Pilihannya itu terbayar. Dari negeri jauh. Organisasi amal konservasi Inggris, Whitley Fund for Nature (WFN) mengganjarnya dengan hadiah utama. Penghargaan itu disampaikan kepadanya karena Hotlin dianggap berjasa terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dan semua pencapaiannya berhulu dari satu hal, yakni insentif, pada 2007.
Pada tahun termaksud, Hotlin bersama rekan, Romi Beginta, mendirikan lembaga swadaya masyarakat Alam Sehat Lestari (ASRI). Misinya, memutus lingkaran setan kemiskinan dan penebangan hutan secara liar di kawasan taman nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. Inspirasi untuk mendirikan LSM itu datang dari seorang dokter asal Amerika Serikat yang mengungkapkan gagasan mengenai pelestarian “hutan dengan cara membantu kesehatan masyarakat sekitarnya.”
Daerah itu jadi pilihan karena dianggap masyarakatnya dianggap masih mengalami kondisi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi rendah. Namun, ujarnya kepada Femina, “hutan di sana kaya akan keanekaragaman flora dan fauna yang perlu dijaga.”
Dilansir BBC Indonesia, saat ASRI belum hadir, kondisi taman nasional dengan luas 90 ribu hektare itu dilaporkan memprihatinkan. Pemicunya, pembalakan liar. Sejak 1988 sampai 2002, diperkirakan 38 persen lahan hutan itu berkurang. Padahal hutan ini merupakan habitat orang utan dilindungi yang jumlahnya diperkirakan bersisa 2.500 ekor.

Masalahnya, kemiskinan dan pembalakan dipandang saling berpaut. “Penelitian kami menyimpulkan, masyarakat yang terlibat illegal logging (penebangan hutan secara liar), karena mereka membutuhkan uang kas untuk berobat,” ujarnya kepada BBC Indonesiapada Mei 2011. Kenyataan semacam itu memantik Hotlin dan tim untuk mencari solusi konkret, yakni “bagaimana mereka tidak harus menebang hutan untuk membayar biaya pengobatan.”
ASRI pun menawarkan insentif kepada warga yang ditujukan untuk dua hal: kesehatan warga terjamin tanpa harus menebang hutan, dan hutan pun berpotensi bakal lestari.
“Gagasan (mengenai insentif) menyelamatkan kehidupan orang-orang itu sekaligus memelihara hutan,” ujarnya dikutip The Guardian. Meski berprofesi dokter, tapi Hotlin memiliki “hasrat untuk mengembangkan masyarakat dan…kesehatan secara umum.” Ia meyakini bahwa manusia sehat butuh lingkungan sehat. “Itu yang membawa saya ke sini,”ujarnya.
Dari sekitar 65.000 warga yang tinggal di sekitar Gunung Palung, 24.000 di antaranyatelah merasakan jasa yang ditawarkan Hotlin.
Bagaimana skema insentif yang diajukan ASRI? “Yang datang dari desa yang melindungi hutan mereka dapat diskon 70%,” ujarnya.
POSTING POPULER MINGGU INI
- Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Gigi Dari PB PDGI
- Wakil Presiden : Dokter di Singapura Sekali Periksa Rp 2 Juta, di Indonesia Hanya Rp 200.000
- Terlambat Memperbaharui STR? Ini Dendanya
- Apa Saja Sih Pelayanan Kesehatan Gigi Yang Ditanggung BPJS?
- Nilai SKP Beberapa Sertifikat Dalam Satu Acara Tidak Bisa Diakumulasikan Lho
Warga desa di sekitar hutan yang tidak lagi menebang hutan mendapatkan diskon sebesar 70 persen untuk layanan kesehatan. Sejauh ini, 24 ribu warga termaksud telah merasakan manfaat sejumlah klinik (baik yang tetap maupun bergerak) untuk mengobati TB, tekanan darah tinggi, masalah gigi, dan diabetes. Sejak 2007, angka kematian bayi turun hingga dua per tiga dan tingkat imunisasi anak naik 25 persen.
Tak satu pun calon pasien ditampik. Warga yang tidak mampu membayar ongkos periksa bisa menggantinya dengan ikut berpartisipasi dalam menanam pohon di hutan.
Upaya Hotlin dan kawan-kawannya meningkatkan jumlah desa yang tak lagi terlibat penebangan liar hingga berlipat dua. Pun, angka rumah tangga yang terlibat penggundulan hutan turun dari 1350 menjadi 450.
Dilansir BBC Indonesia, indikator desa hijau dilakukan dengan pola pemantauan yang dilakukan setiap tiga bulan dengan antara lain melihat adanya penebangan liar, pengolahan kayu dari Taman Nasional Gunung Palung serta pembakaran hutan untuk berladang.
“Jadi kalau mereka punya indikator kerusakan 0 desa mereka akan dapat 70%. Sejak 2007, ada pola merusak dan tidak merusak, sistem warna merah dan hijau. Seiring berjalan waktu, kita juga mengeluarkan sistem tengah,” ujarnya. “Bila ada desa yang belum 100% tidak merusak hutan tapi sudah berusaha … mereka tetap bayar namun dengan bibit pohon atau kotoran sapi yang bisa kita pakai untuk menanam hutan yang sudah rusak,”kata Hotlin.
Ini adalah kali kedua perempuan itu menerima penghargaan dari WFN. Kali pertama pada 2011. Pada kesempatan kedua ini, ia menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan hadiah utama.

Sumber tulisan :