
Penerimaan yang baik dari keluarga dan masyarakat terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) seperti skizofrenia dapat mendorong penderitanya kembali ke masyarakat dan tetap produktif. Hal ini telah dibuktikan oleh drg Endang Murniati (59 tahun) yang berhasil menggapai mimpinya di tengah kondisinya yang mengidap skizofrenia.
Endang mulai menderita skizofrenia saat usianya baru 22 tahun, kala ia masih kuliah di Universitas Trisakti. “Saya tidak tahu penyebabnya apa, tiba-tiba saja blank dan selalu curigaan sama orang. Tidur juga enggak bisa dan setiap orang yang mendekat saya curigai,” kata Endang di acara Dialog Interaktif menyambut “Hari Kesehatan Jiwa” di Gedung Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Kamis (9/10).

Meski penyakitnya itu sering datang tiba-tiba, namun tak lantas melunturkan semangatnya untuk menjadi dokter gigi. “Perjuangan saya untuk jadi dokter gigi memang berat. Saya juga sempat cuti kuliah karena sering kambuh dan harus minum obat setiap hari. Tetapi keluarga tetap mendukung saya untuk bisa menyelesaikan kuliah,” bebernya.
Selama cuti kuliahnya, Endang tak hanya berdiam diri. Ia juga ikut beberapa kursus keterampilan agar hari-harinya tidak semakin kosong. “Kalau hanya berdiam diri, justru semakin membuat saya tidak enak. Tetapi memang waktu itu setiap tiga tahun sekali penyakit saya ini selalu kambuh,” ceritanya.
Baca Juga : Fuad Gandhi Rizal : Dokter Gigi Difabel dan Peneliti Di Jepang
Lulus kuliah tahun 1980, Endang langsung praktek sebagai dokter gigi di sebuah klinik bersama di kawasan Cinere. Rasa minder karena menderita skizofrenia dibuangnya jauh-jauh agar bisa tetap profesional menjalani profesinya.
“Setelah lulus dan mulai praktek, tidak ada perasaan cemas sama sekali. Meski ada kekurangan, tetapi saya merasa harus senang melakukan pekerjaan ini dan menjalaninya dengan baik,” imbuhnya.
Selama praktek tersebut, Endang tetap rutin mengonsumsi obat-obatan terkait penyakit skizofrenianya. Sayangnya, ia kemudian terkena Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS) yang mengakibatkan rusaknya fungsi otot. Tahun 2008, ia pun akhirnya memutuskan untuk berhenti praktek.
“Serangan puncaknya saya alami ketika menderita NMS, itu penyakit akibat terlalu lama memakai obat-obatan. Tiga bulan tidak sadar karena bikin kerusakan otot. Kebetulan otot kanan saya yang kena, sehingga tidak bisa apa-apa. Dari tajim 2008 itu saya sudah tidak praktek lagi,” jelas Endang yang juga memilih untuk hidup sendiri tanpa pendamping.
“Karena dulu saya sering kambuh, saya putuskan untuk tidak menikah. Nanti kasihan pasangan saya,” ujar dia.
Setelah tidak lagi praktek sebagai dokter gigi, Endang kini aktif menjadi pembicara dalam kampanye peduli skizofrenia. Dia berharap, keluarga dan masyarakat bisa lebih peduli pada pasien skizofrenia, sehingga mereka bisa tetap produktif.
“Keluarga dan masyarakat jangan ragu, penderita skizofrenia itu bisa sembuh. Apalagi sekarang banyak obat-obatan yang bagus (tanpa efek samping). Tetapi obat-obatan yang bagus itu harganya mahal, jadi saya berharap pemerintah dapat membantu memberi obat yang bagus dengan biaya murah, sehingga bisa diakses oleh lebih banyak penderita skizofrenia,” harap Endang.
Baca Juga : Ika Dewi Ana : Penelitian 15 Tahun Temukan Serbuk Penambal Tulang Dan Gigi
Sumber gambar dan tulisan :