Dental ID
Home Perawatan Gigi Survey : Kenapa Orang-orang Takut Dokter Gigi

Survey : Kenapa Orang-orang Takut Dokter Gigi

Tentu kita semua pernah ketemu dengan orang-orang yang takut dokter gigi.

Gue juga pernah; sering bahkan. Perjalanan gue mencari pasien sebagai seorang koas gigi, membuat gue bertemu orang-orang seperti ini.

Gue pernah dicuekin, diusir, disinisi, dibentak. Bukan, bukan karena gue banyak haters atau gara-gara gue seorang valakor.

Gue mendapatkan perlakuan demikian karena menawarkan perawatan gigi ke orang-orang yang takut ke dokter gigi. Mereka ketakutan, gue juga ketakutan. Ketakutan diarak keliling kampung gara-gara bikin warga mereka ngerasa terancam.

Bukan salah mereka, kok. Mereka takut dokter gigi bukan karena tanpa alasan. Ini yang bikin gue bertanya-tanya. Kenapa? Akhirnya gue memutuskan untuk melakukan survey.

Awalnya, gue meminta bantuan Cak Lontong untuk melakukan survey untuk menjawab, “Kenapa Orang-orang Takut Dokter Gigi?”. Tapi, hasil yang gue terima jauh dari memuaskan. Hasil survey Cak Lontong menunjukkan hasil bahwa 100% orang-orang takut ke dokter gigi dikarenakan mereka tidak berani. Nenek-nenek yang lagi challenge joget turun naik pun tahu fakta itu.

Karena kesal, gue akhirnya memutuskan untuk turun ke lapangan langsung; melakukan survey sendiri. Setelah menghadapi hujatan-hujatan netizen yang nggak tahu permasalahan sebenarnya apa tapi tetap menghujat, menghadapi godaan-godaan anak ABG yang suka foto-foto model bersama motor modif dengan pose seksi dan berbagai rintangan lainnya, akhirnya gue berhasil melakukan survey tersebut.

Hasil survey ini, gue susun berdasarkan peringkat dari hasil terbanyak.

Penasaran dengan hasil surveynya? Nggak, tuh. Oh. Oke. Tulisan ini saya akhiri dengan lafaz…. Anu, plis. Baca aja, ya, hasil survey gue. Gue mohon. Jangan bikin gue KZL.

Oke. Walaupun hasil survey yang gue rilis ini bertentangan dengan hasil lembaga-lembaga survey lainnya dikarenakan ada perbedaan kepentingan politik, gue bakal tetap merilis hasil survey ini demi menguak sebuah kebenaran.

Percayalah, gue nggak bakal membuat kebenaran menjadi semu. Yakinlah, kebenarannya adalah …. Kamu ……bukan pilihan baginya dan dia…… telah bersama yang lain. Terimalah.
Baiklah. Sebelum tambah ngawur, ini dia hasil survey yang ditunggu-tunggu

1. Peralatan Kedokteran Gigi

Orang-orang awam, begitu melihat peralatan-peralatan yang mejeng di sebuah klinik dokter gigi, biasanya udah ngerasa “ngilu” duluan. Makanya, takut dengan peralatan dokter gigi menjadi peringkat pertama dalam hasil survey ini. Wajar, ketika dulu koas, gue mendapat wejangan dari dosen.

“Kalo mau ngerawat pasien, terutama pasien anak-anak, jangan taruh peralatan-peralatan yang menyeramkan terlebih dahulu di atas meja periksa. Sebisa mungkin, sembunyikan dulu hal-hal yang dianggap menyeramkan untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.”

Gue pun bertanya, “Anu, dok. Bagaimana dengan tampang saya? Perlu saya sembunyikan?”
Dosen gue tadi pun menangis haru dan kemudian berkata, “Baiklah. Sembunyikan wajah kamu bersama dengan tang cabut dan lain-lain.”

Kata-kata dosen gue tentang jangan munculkan peralatan yang menyeramkan di meja periksa tadi ada benarnya juga. Leh ugha docen guah.

Baca  Orang Tua Merasa Bersalah Karena Gigi Anak Gigis Dan Menghitam? Cegah Dengan 6 Cara Ini

Masalahnya, bisakah kalian membantu gue? Membantu untuk menyortir peralatan-peralatan kedokteran yang terlihat tidak menakutkan? Bisakah kalian membantu memilih peralatan kedokteran gigi yang terlihat unyu? Kita absen sedikit saja peralatannya.

Handpiece. Walaupun handpiece yang dibeli warnanya pink dan motifnya Hello Kitty, ketika nyala, suaranya akan tetap bikin takut. Tetap menyeramkan.

Mata bur. Kelihatannya kecil memang, tapi semua tahu reputasinya.

Sonde lengkung. Tidak menyeramkan? Hmm. Coba iseng-iseng fotoin pake kamera terus upload ke media sosial dengan caption, “Alhamdulillah. Sonde baru untuk meriksa pasien”. Semoga nggak ada komen, “Antek PKI! Pasien diperiksa pake alat yang jadi lambang PKI! Komunis!”. Tetap menyeramkan, bukan?

Chlorethyl spray. Nggak menyeramkan. Mirip spray parfum atau spray deodoran. Coba semprotkan ke ketek. Ketekmu akan bersalju dan untungnya, turunnya salju di ketekmu bukan salah satu pertanda akhir dunia sudah dekat.

Gambar Sonde Lengkung

2. Harga

Gue ngerti perasaan ini. Gue pernah jadi pasien.

Sebagai pasien, gue memutuskan untuk datang ke klinik dokter gigi dengan sensasi deg-degan. Kemudian, nunggu di ruang tunggu, deg-degan. Pas nama kita dipanggil perawatan, deg-degan. Pas ditanya-tanya dokternya, deg-degan. Pas perawatan dilakukan, tambah deg-degan.

Dan, terakhir, pas bayar ke kasir dan lihat tagihan, untungnya deg-degan gue hilang. Deg-degan gue hilang gara-gara setelah ngeliat tagihan, jantung gue rasanya nggak berdetak lagi. Wajar, harga perawatan gigi yang mahal menjadi alasan orang takut ke dokter gigi. Cuma, jangan lupa. Kesehatan kita tak semurah yang kita pikirkan.

Baca : Terbaru 2023 : Ini 9 Perawatan Gigi Yang Ditanggung BPJS Dan 5 Perawatan Yang TIDAK Ditanggung BPJS

3. Sugesti Negatif

Sugesti negatif bisa berasal dari mana saja.

Cerita-cerita tetangga yang belum tentu kebenarannya, mitos-mitos yang beredar, kisah tentang pengalaman seseorang yang dilebih-lebihkan, dan kisah-kisah buatan yang dibuat untuk menakut-nakuti.

Daaaan, efek dari sugesti negatif yang dihasilkan sangat luar biasa.

Coba diingat-ingat, berapa orang yang ditemui selama ini dan bertanya, “Katanya kalo cabut gigi bisa bikin buta, ya?”. Gara-gara mitos yang beredar di masyarakat, “cabut gigi bisa bikin mata buta”, banyak masyarakat yang memercayainya.

Baca : Cabut Gigi Atas Bisa Sebabkan Kebutaan? Simak Penjelasan Dokter Berikut

Untung saja nggak ada yang menjadikannya sebagai sebuah keyakinan beragama. Gue yakin betapa stressnya dokter gigi-dokter gigi Indonesia harus menghadapi masyarakat yang menganut agama “Cabut Gigi Bikin Buta”. Gimana, nggak? Setiap dokter gigi mau nyabut gigi pasiennya, dokter giginya dicap melanggar kebebasan beragama.

Baca  Pengguna Obat Kumur? Ini Yang Harus Kamu Ketahui!

Gue juga mau cerita pengalaman pribadi gue. Sepulang praktik, gue berjalan kaki ke warung bakso terdekat sambil menenteng jas putih. Sesampainya di sana, warung bakso sepi. Selain gue, hanya ada seorang ibu-ibu dan 1 orang anaknya; anak perempuan yang berumur sekitar 6 tahunan. Ketika gue masuk warung, tiba-tiba saja wajah anak perempuan tersebut menunjukkan raut ketakutan. Wajahnya terlihat pucat. Matanya nggak lepas dari wajah gue.

Penjaga warung bakso langsung menanyai gue; yang memang pelanggan di warungnya, “Pesen yang seperti biasa, dok?”. Mendengar kata sapaan “dok” tadi, mata anak perempuan tadi semakin melotot. Tiba-tiba saja, si anak perempuan langsung merengek-rengek ke ibunya sambil ketakutan.

“Bu..Ibuu.. Nayla mau nambah makan bakso 5 mangkok lagi. Tolong, Bu.”

Ibunya terkejut. Gue terkejut. Penjaga warung baksonya terkejut. Kamera langsung zoom in bergantian ke wajah kami bertiga. Akhirnya, kamera zoom in ke arah dompet sang Ibu yang menjerit. Dan anak perempuan tersebut makan bakso mangkok demi mangkok dengan wajah penuh ketakutan.

Ternyata, usut punya usut, ibunya sering menakut-nakuti anak perempuan yang bernama Nayla tadi, “Kalo Nayla malas dan nggak nafsu makan, nanti Ibu panggilin dokter, lho. Nanti Nayla disuntik”. Wajar saja, ketika ngeliat gue masuk warung, Nayla langsung ketakutan dan langsung memesan 5 mangkok bakso. Karena takut disuntik.

Gue ngerasa sedih. Kenapa para orang tua mendidik anaknya dengan cara seperti itu. Para dokter tidak disekolahkan untuk menjadi ancaman bagi anak-anak seluruh Indonesia. Mungkin, dengan cara seperti itu para orang tua ngerasa anaknya jadi patuh.

Tapi, apa para orang tua tahu, kalo mereka mendapatkan kepatuhan anaknya dari sebuah ancaman dan ketakutan terhadap pihak yang tidak seharusnya anak mereka takuti?

Mbok, kalo bikin ancaman itu yang bener dikit. Misalnya, “Nak. Ayok, makan. Kalo kamu nggak nafsu makan, nanti gedenya kamu bisa jatuh cinta sama seseorang yang sama sekali nggak mencintai kamu, lho. Terus ternyata yang dicintai oleh orang yang kamu cintai tersebut adalah sahabat dekat yang berusaha nyomblangi kamu. Serem, kan? Nah, ayok makan”. Gue yakin, anak-anak se-Indonesia bakal mengalami kenaikan nafsu makan sampai mengakibatkan Indonesia kehabisan bahan pangan. Ancamannya terlalu menyeramkan.

4. Trauma

Trauma di masa lalu bisa menyebabkan seseorang menjadi takut untuk kembali ke dokter gigi. Makanya, kita harus ekstra hati-hati dalam merawat pasien yang baru pertama kali datang ke dokter gigi. Takutnya, apabila kita melakukan kesalahan, efeknya bisa fatal dan berkepanjangan terhadap psikologisnya.

Kalo udah trauma, jangankan mau ke dokter gigi, ngeliat hal-hal yang berhubungan dengan kedokteran gigi aja bisa bikin takutnya bukan main. Bahkan, kalo udah trauma level parah, ngelihat temannya senyum dan memamerkan veneer super white aja mampu bikin dia ketakutan sampai nangis. Mungkin dikira gigi temannya keselip permen mentos 1 dus.

Baca  Zona-zona Gagal Asmara di FKG

5. Masalah Pribadi

Masalah pribadi menjadi peringkat terakhir dalam survey ini.

Masalah pribadi yang bagaimana, sih? Begini saja. Bayangkan jika ternyata dokter gigi yang kamu kunjungi adalah mantan, mantan gebetan, orang yang pernah kamu php, atau orang yang pernah kamu sakiti. Kamu pasti mikir 2x untuk datang ke dokter gigi untuk mencegah kemungkinan bertemu.

Kamu udah membayangkan hal yang tidak-tidak. Mulai dari CLBK dan hubungan rumah tangganya jadi terganggu sampai ke kemungkinan terburuk; tak profesional dalam perawatan karena melibatkan hati.

Bayangkan, ketika kamu datang ke dokter gigi dan ternyata dokter gigi yang sedang jaga adalah orang yang dulu kamu php-kan?

“Eng…A..Anu, dok. Saya mau cabut gigi.”

“Baiklah. Saya suntik bius sekarang, ya.”

“Baik, Say. Eh, Maaf. Baik, dok.”

“Masih berani panggil sayang? Kata “sayang” yang dulunya memang hanya kata-kata saja, masih sama murahnya sampai sekarang?.”

“Maaf, dok. Keceplosan.”

“Nggak apa-apa. Saya juga dulu keceplosan sampai bisa mencintai orang seperti kamu.”

Nggak beberapa lama kemudian….

“Baik. Suntik biusnya sudah selesai. Silakan pulang dulu. Balik lagi ke sini 2 hari lagi untuk tindakan pencabutan.”

“Loh, dok? Biusnya udah hilang, dong, kalo 2 hari lagi baru dicabut? Nanti sakit dong, dok?”
“Sakit? Kamu kira waktu kamu meninggalkan aku tanpa tahu aku salah apa itu nggak sakit?.”

Dental chair menjadi saksi bisu perhelatan akbar 2 hati yang terjadi dalam klinik gigi tersebut.
Tenang saja. Dokter/ dokter gigi udah disumpah untuk bertindak profesional terhadap pasien, kok. Nggak perlu takut datang ke dokter gigi kalo dokter giginya mantan kamu. Kecuali kamu takut bertemu lagi, mencinta lagi, dan akhirnya kembali terjebak dalam cinta yang tepat tetapi untuk orang yang salah… Lagi…

Demikian hasil survey yang berhasil gue dapatkan dari sekitar 100 responden bayaran. Gue mohon maaf jika hasilnya nggak kredibel. Seenggak-enggaknya hasil survey saya buat sejujur-jujurnya tanpa pesanan dan endorse politik pihak-pihak tertentu. Terima kasih dan salam sinting!

(Visited 338 times, 1 visits today)

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ad