Ahmad Sujanto : Dokter Gigi, Polisi Dan Pemilik Sekolah Gratis Bagi Warga Miskin


“Nama saya Ahmad Sujanto,” kata doker gigi ini tersenyum santun.
Ya, terasa aneh sepertinya, pada malam Anugerah Peduli Pendidikan (APP) yang digelar di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (15/10), hadir seorang dokter gigi.
Sesaat setelah berbincang sejenak dengannya, barulah kita akan tahu, pembicaraan sang dokter ini memang tak jauh dari persoalan pendidikan. Bukan sekadar berbicara, dokter gigi yang juga berprofesi sebagai polisi ini ternyata telah mendedikasikan hidupnya untuk dunia pendidikan di negeri ini sejak lebih dari satu dasawarsa.
Dari penghasilannya, tanpa pernah menerima bantuan dari donatur mana pun, sejak 2003, Ahmad mendirikan sekolah menengah pertama (SMP) untuk anak-anak miskin di daerah Banyumas, Jawa Tengah. Hingga kini, jumlah murid di SMP itu terus meningkat.
“Saat didirikan pertama kali, siswa kami hanya 10, semuanya anak miskin. Jadi, kami tidak memungut biaya sepeser pun dari mereka, sejak masuk sampai lulus sekolah,” ujar Ahmad.
Ia mengatakan, pada tahun pertama sampai tahun ketiga didirikan, SMP-nya tidak hanya menggratiskan uang sekolah, tetapi juga menanggung biaya hidup para siswanya. Menurut Ahmad Sujanto, pada tahun ketiga, total ada 80 siswa yang ditampung di rumahnya. Mereka sengaja diminta tinggal di rumahnya supaya dekat dengan sekolah yang didirikannya.
Seiring terus bertambahnya jumlah siswa yang belajar di sekolahnya, ia pun kemudian menambah lagi jumlah kendaraan untuk menjemput dan mengantar para siswa. “Sekarang ini sudah ada empat armada, terdiri atas dua bus dan dua L300 untuk antar-jemput siswa setiap hari,” kata Ahmad Sujanto.
Ayah dari tiga anak yang semuanya menempuh pendidikan di bidang kesehatan ini menuturkan, ia mengawali kiprah di bidang pendidikan setelah pindah tugas dari Ujung Pandang ke Banyumas pada 1993. Sesampai di Banyumas, melihat banyak anak miskin yang tidak bersekolah, ia memutuskan menjadi orang tua asuh untuk sekitar 25 anak miskin setempat. Semua anak tersebut disekolahkannya sampai lulus SD.
Namun, setelah para anak asuhnya lulus SD, ia mengaku merasa gelisah karena para lulusan SD tersebut tidak dapat melanjutkan sekolah mereka. “Itulah yang menjadi latar belakang saya mendirikan SMP,” kata suami dari seorang guru yang menangani pendidikan anak usia dini (PAUD) ini dengan mata berbinar.
Lelaki yang pindah ke Banyumas karena menemani istrinya, yang bertugas sebagai bidan desa ini mengatakan, sistem penerimaan siswa di sekolahnya unik karena tidak berdasarkan nilai. Siswa yang diterima sekolahnya adalah mereka yang mendaftar tepat pada rentang waktu pendaftaran yang ditetapkan sekolah.
Siapa yang mendaftar di luar jadwal, dengan sendirinya tidak akan diterima. “Kalau sampai batas waktu pendaftaran, jumlah pendaftar besar, kami batasi sampai kemampuan kami menerima saja,” tutur Multazin.
Tahun ini, siswa baru di sekolahnya mencapai 190 siswa. Total siswa di sekolahnya meningkat menjadi 515 siswa dari tahun sebelumnya, 450 siswa. Kelebihan sekolah ini adalah semua kebutuhan siswa mulai dari transportasi, buku, seragam, sampai ikat pinggang, sepatu, dan kaus kaki, disediakan sekolah.
Sumber pembiayaan untuk membeli buku dan seragam sekolah dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana transportasi dan lain-lain disediakan Yayasan Arrochmat yang didirikan Ahmad Sujanto bersama Multazin. “Dana yayasan kami sepenuhnya dari Pak Ahmad. Kami tidak pernah meminta bantuan dari mana pun,” tutur Multazin.