
Ditulis oleh : Ahmad Ridwan
Berdasarkan teori Hendrik L. Blum perilaku kesehatan adalah faktor paling dominan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang. Cukup banyak penelitian yang menguatkan hal tersebut termasuk dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang menyebutkan bahwa perilaku kesehatan gigi memiliki hubungan dengan baik atau buruknya status kesehatan gigi dan mulut seseorang.
Perilaku kesehatan sendiri menurut Hanum Marimbi dalam bukunya Antropologi dan Sosiologi Kesehatan salah satunya dapat diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit dan penyakit yang dapat dibagi lagi sesuai tingkatnya menjadi perilaku pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), dan perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour).
Salah satu perilaku kesehatan paling penting untuk kesehatan gigi adalah perilaku menyikat gigi yang dapat dimasukkan kedalam perilaku pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit (health promotion & prevention behaviour).
Sebagaimana kita tahu bahwa mulut adalah tempat masuknya semua jenis makanan yang kita makan dan tempat hidup dari banyak jenis bakteri. Beberapa bakteri pada dasarnya merupakan “penghuni” normal rongga mulut, namun dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan penyakit gigi dan mulut seperti gigi berlubang.
Dalam hal ini menyikat gigi penting untuk membersihkan gigi dan rongga mulut dari sisa-sisa makanan yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri tersebut. Mencegah perkembangbiakan bakteri yang berlebihan berarti mencegah rongga mulut tersebut dari pemasalahan yang disebabkannya.
Selain itu, sisa makanan yang berdiam lama di rongga mulut tanpa dibersihkan dapat mengalami pengerasan dan menjadi karang gigi (kalkulus) yang juga tempat subur untuk berkembangbiaknya bakteri. Hal ini menempatkan perilaku menyikat gigi menjadi sebuah hal yang penting jika seseorang tidak ingin gigi dan mulutnya bermasalah, karena dimulai dari gigi berlubang dan karang gigi penyakit-penyakit gigi dan mulut yang lain dapat timbul kemudian.
Namun, adakalanya di masyarakat kita masih sering mendengar keluhan bahwa seseorang masih mengalami sakit gigi atau gusi meskipun sudah menyikat gigi setiap hari. Mengenai hal ini perlu diketahui bahwa agar efektif menyikat gigi perlu memenuhi dua syarat yakni, diwaktu yang tepat dan dengan cara yang benar.
Frekuensi menyikat gigi dalam sehari minimal dua kali yakni pada waktu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Berhubungan dengan hal ini hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir tahun 2013 menunjukkan bahwa meskipun 94,2% masyarakat telah menerapkan perilaku menyikat gigi setiap hari namun hanya 2,3% saja yang melakukannya pada waktu yang benar, yakni setelah makan pagi dan sebelum tidur malam. Sisanya, sebagian besar masyarakat menyikat giginya saat mandi pagi dan mandi sore. Kebiasaan yang keliru ini hampir merata di setiap kelompok umur.
Hal tersebut tentu berhubungan dengan hasil Riskesdas 2013 yang juga menunjukkan bahwa 25,9% penduduk Indonesia memiliki masalah pada gigi dan mulutnya dengan angka indeks karies (gigi berlubang) nasional sebesar 4,6. Angka tersebut menurut WHO termasuk dalam kategori keparahan tinggi.
Selain aturan waktu, cara sikat gigi yang benar menentukan efektifitas sikat gigi tersebut. Teknik menyikat gigi harus benar agar seluruh sisa makanan yang berada di rongga mulut dapat dibersihkan secara optimal. Salah satu pembahasaan paling umum teknik sikat gigi yang benar adalah teknik “dari merah ke putih” yakni secara pelan-pelan menggerakkan bulu sikat gigi secara vertikal dari arah gusi (merah) ke gigi (putih) dengan gerakan searah dan tidak bolak balik.
Seseorang tidak boleh terburu-buru dalam melakukan sikat gigi agar efektif dan menjangkau seluruh sela-sela gigi. Selain itu, menyikat gigi yang terburu-buru berpotensi melukai gusi karena tekanan yang terlalu besar atau gerakan yang salah.
Untuk membentuk atau merubah perilaku tentu bukan hal yang mudah. Masih dalam buku Antropologi dan Sosiologi Kesehatan, Marimbi menjelaskan berdasarkan teori Health Belief Model salah satu faktor yang berpengaruh pada perubahan perilaku adalah kesiapan individu untuk berubah dan dorongan dari dalam diri untuk berubah. Kaitannya dengan kesehatan gigi, tentu hampir setiap orang seharusnya menyadari dan mengetahui tidak enaknya sakit gigi tanpa harus mengalami hal tersebut terlebih dahulu.
Ada banyak kejadian sakit gigi yang dialami teman, kerabat, tetangga, dan sebagainya. Hal tersebut harusnya cukup sebagai sebuah motivasi dan dorongan bagi kita untuk memelihara kesehatan gigi dan mencegahnya dari penyakit dengan memulai perilaku menyikat gigi yang benar setiap hari.