Dental ID
Home Umum Fenomena Dokter-Dokteran, “Obat Herbal” Dan MLM

Fenomena Dokter-Dokteran, “Obat Herbal” Dan MLM

iamge from http://sayyidhakam.com/
iamge from http://sayyidhakam.com/
iamge from http://sayyidhakam.com/

Ditulis oleh : Sayyid Hakam Satrio

Diposkan di web http://sayyidhakam.com

Wanita berusia 50 tahun itu datang ke UGD dengan lemas. Ia pun langsung berbaring di blangkar, menunggu dokter jaga memeriksanya.

“Kenapa, Bu?” tanya dokter.

“Sesak,” jawabnya.

“Sudah berapa lama sesaknya?” dokter bertanya kembali.

“Sudah lama, biasanya kalau lagi jalan suka muncul sesaknya.”

“Ibu punya darah tinggi?”

“Iya punya, tapi sejak 1 tahun lalu tidak pernah kontrol.”

Sang pasien merasa enggan untuk terus menerus kontrol ke dokter. Entah apa penyebabnya, tapi yang jelas bukan soal biaya. Rumah Sakit pemerintah tempat wanita itu tinggal membebaskan seluruh biaya pengobatan karena masih mendapat subsidi pemerintah daerah.

Diselidiki lebih jauh, ternyata ibu tersebut rajin mengonsumsi suplemen yang merupakan produk dari suatu perusahaan MLM. Saya tidak mengerti semanis apa janji yang diberikan, yang jelas si penjual berhasil membuatnya menghabiskan uang jutaan rupiah! Bandingkan dengan obat penurun tekanan darah yang tidak memakan biaya sama sekali alias gratis. Pada akhirnya, “obat” yang bernilai jutaan rupiah tersebut tidak memberikan kesembuhan, malah membuat sang pasien harus berbaring di rumah sakit karena gangguan pada jantungnya.

Cerita di atas hanya salah satu dari sekian banyak yang ada di dunia nyata. Berapa banyak orang yang harus menjadi korban akibat fonemena seperti ini? Terbaru yang saya lihat ialah screen shot di medsos yang menunjukkan ibu-ibu sedang bermain dokter-dokteran. Seorang anak menderita infeksi telinga, namun bukannya menuruti nasihat dari dokter THT, ibunya malah memberikan obat tetes telinga herbal—entah isi kandungannya apa. Yang lebih celaka lagi, ia disarankan oleh ibu-ibu lain untuk meneteskan ASI atau minyak zaitun ke telinga anak. Herannya, ibu-ibu ini merasa sangat yakin dengan pendapat mereka yang tidak jelas landasannya apa. Luar biasa, bahkan seorang buah hati menjadi kelinci percobaan orang tua yang bermain dokter-dokteran.

Baca  Terdoktrinisasi Pengabdian ?

Infeksi telinga seharusnya bukanlah penyakit yang berbahaya. Namun jika tidak ditangani dengan baik, penyakitnya akan menjadi kronis; gendang telinganya yang pecah tidak akan kembali sehingga agar dapat mendengar normal perlu proses operasi. Itu belum memperhitungkan komplikasi infeksi telinga kronis—yang paling berbahaya yaitu jika menjalar sampai ke otak.

Masyarakat yang tidak paham banyak dihipnotis oleh para pengusaha yang ingin mencari untung. Bukan hal yang jarang kita melihat atau mendengar iklan suatu produk suplemen atau “obat herbal” menjanjikan kesembuhan penyakit ini dan itu. Satu obat dikatakan dapat menyembuhkan penyakit darah tinggi, penyakit ginjal, stroke, kencing manis, dll. Hebat sekali, bukan? Padahal, penyakit kronis seperti darah tinggi dan kencing manis bukanlah jenis gangguan yang bisa benar-benar sembuh. Penyakit itu akan terus ada; pengobatan yang bisa diberikan hanyalah mengontrolnya agar penderita dapat menjalani hidup dengan baik.

Tapi, mengapa masyarakat kita lebih senang untuk menjalani terapi yang tidak jelas dasarnya ketimbang ke dokter yang telah menuntut ilmu selama bertahun-tahun? Mengapa bapak-bapak tua dan miskin rela menghabiskan uang berjuta-juta rupiah demi membeli obat tetes mata herbal dengan harapan kataraknya dapat hilang? Kenapa pula ada yang mau mengirimkan uang 7 juta rupiah untuk ustad Guntur Bumi dengan harapan ambeien dan penurunan pendengarannya sembuh, padahal terapinya jelas-jelas penuh mistis?

Sejak berada di bangku kuliah, saya selalu diajarkan bahwa dokter tidak boleh menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Yang memberikan kesembuhan bukanlah tenaga kesehatan atau obat-obatan, tapi Tuhan. Dokter hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan keilmuan dan prosedur yang bersifat ilmiah.

Baca  Pemerintah : 100 Juta Bagi Artikel Ilmiah Yang Tembus Jurnal Ilmiah Internasional

Ya, ilmiah. Bahwa suatu obat yang terbukti ilmiah tidak 100% dapat menyembuhkan penyakit. Obat disebut terbukti ilmiah karena secara statistik siginifikan memberikan resolusi terhadap penyakit atau meningkatkan angka harapan hidup. Begitu pula prosedur dan tindakan medis yang dilakukan seperti operasi. Sebelum dilakukan tindakan, dokter umumnya akan memberi tahu pasien dan keluarga mengenani peluang kesembuhan bila dilakukan operasi (apakah tinggi, fifty-fifty, atau rendah) dan juga efek sampingnya. Sekali lagi, dokter bukanlah makhluk yang mampu menjanjikan bahwa seseorang akan sembuh. Dokter hanya berusaha, dan Tuhan-lah yang memberikan keputusan.

Hal berbeda ditunjukkan oleh para penjual produk suplemen dan obat-obatan herbal. Kalimat “dijamin sembuh” bagaikan gula yang dioleskan ke telinga orang-orang polos. Ketika ditanya bagaimana proses produk mereka dapat memberikan kesembuhan, tidak akan bisa dijawab. Mereka hanya mengandalkan “testimoni” orang-orang yang merasa sembuh untuk meyakinkan konsumen mereka. Padahal, testimoni tidaklah bernilai apa-apa. Suatu pengobatan bersifat efektif jika telah melalui proses percobaan yang panjang dan menjalani uji statistik.

Saya bukanlah orang yang anti pengobatan herbal. Ketika ada pasien yang bertanya apakah mereka boleh mengonsumsi produk herbal atau suplemen, saya jawab silakan saja, asalkan obat-obatan dari dokter tetap diminum. Produk herbal juga ada yang telah menjalani uji coba ilmiah dan terbukti efektif untuk pengobatan. Obat herbal yang telah diuji dan terstandar ini disebut dengan fitofarmaka. Dokter yang berminat dengan dunia herbal pun bisa mengikuti pelatihan khusus mengenai pengobatan herbal yang bersifat ilmiah. Hanya saja, obat herbal yang terbukti ilmiah ini masih sangat terbatas.

Perlu diketahui juga bahwa hal yang bersifat “natural” tidak berarti selalu aman. Contoh sederhana ialah arsenic dan sianida; kedua zat tersebut adalah natural namun mematikan! Ada pula jurnal yang menunjukkan bahwa produk suplemen Herbalife dapat merusak fungsi hati.

Intinya, terkait urusan kesehatan, konsultasi dan tanyakanlah ke pihak yang kompeten yaitu para dokter. Jika merasa tidak enak atau sakit, silakan minum madu, minyak Habbats, berbekam, dan lain-lain. Alhamdulillah jika Tuhan memberikan kesembuhan, Namun jika tak kunjung sembuh juga, jangan tunda untuk segera ke dokter. Jangan konsultasi ke pedagang obat herbal atau orang-orang yang merusak kesehatan anak Indonesia dengan menyerukan antivaksin. Silakan bila masih ingin mengonsumsi suplemen, namun ikutilah pengobatan, saran, dan nasihat dokter.

Baca  Pungutan Liar Berkedok Akreditasi Puskesmas

Kepada para pedagang suplemen atau kelompok proherbal yang antidokter, silakan jika Anda tidak ingin berobat ke dokter dan memilih menjalani pengobatan menurut “keilmuan” Anda sendiri. Jika pun pada akhirnya sakit berat karena suplemen tidak mampu menyembuhkan, kami para dokter masih akan mengobati Anda dengan sekuat tenaga—jika Anda ingin berobat ke dokter. Yang terpenting, jangan ajak orang lain untuk mengikuti pemikiran sesat.

Sayangi diri kita sendiri dan keluarga dengan konsultasi urusan kesehatan kepada ahlinya. Bukankah dalam riwayat Bukhari Rasulullah saw. berkata, ““Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”? Ahli di sini bukanlah yang bermain dokter-dokteran, melainkan mereka yang telah menempuh pendidikan yang lama—lebih lama dibandingkan bidang ilmu yang lain—dan yang telah teruji kompetensinya hingga menjadi dokter.

Sumber tulisan dan gambar :

http://sayyidhakam.com

(Visited 207 times, 1 visits today)

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ad