Ada berita di surat kabar, katanya biaya jadi dokter mencekik leher. Apa benar seperti itu? Jawabnya sudah pasti iya, dan ini berlaku di hampir setiap negara, kecuali Kuba. Kita coba bandingkan ya.

Di Amerika Serikat, biaya sekolah untuk jadi dokter diperkirakan sekitar 450 ribu USD. Jika dikonversi ke rupiah nilainya sekitar 6 Milyar. Biaya tersebut tentunya sangat besar, tapi disana siswa yang tidak mampu bisa ambil pinjaman lunak yang dikenal Student Loan. Pemerintah amerika menyediakan dananya dengan bunga relatif ringan. Setelah lulus hampir semua dokter umum disana langsung lanjut ambil residensi, ini ngga usah bayar. Gratis. Bahkan untuk tahun pertama dibayar sekitar 50 ribu USD/tahun atau sekitar 650 juta rupiah / tahun. Setelah lulus pendapatan sebagai spesialis bervariasi, namun umumnya setahun bisa dapat minimal sekitar 100 ribu USD. Dengan pendapatan seperti itu kalau dokternya pintar berhemat tertunya hutang yang besar tadi bisa terbayar lunas hutangnya dalam kurun waktu 10 tahun.

Di Kuba, orang yang mau jadi dokter tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Dari sejak duduk di bangku kuliah dengan status mahasiswa kedokteran, tidak dipungut biaya pendidikan. Mahasiswa kedokteran justru mendapat gaji (yang tidak besar) dan mendapatkan rumah dinas. Karenanya di Kuba para calon dokter umumnya datang dari golongan ekonomi tidak mampu, dan jumlahnya banyak sekali. Karena disekolahkan dan dibiayai negara, wajar jika para dokter ini mau mengabdi hingga kepelosok dengan gaji yang tidak besar. Sistem layanan primer di Kuba kini diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia, semuanya bisa terwujud dengan biaya yang relatif lebih murah.

Baca  Menkes Sarankan Dokter Gendut Diet Dan Memperbaiki Penampilan

Bagaimana dengan di Indonesia?

Dokter di Indonesia harus bersyukur, jika dibandingkan negara maju seperti Amerika biaya jadi dokter relatif masih jauh lebih murah. Sebuah surat kabar memperkirakan biaya-nya saat ini sekitar 1 Milyar untuk jadi dokter. Biaya Ini tentunya untuk kebanyakan dokter Indonesia, karena tidak semuanya bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri atau dapat beasiswa.

Masalahnya pendapatan sesudahnya sebagai dokter tidak bisa diprediksi. Lulusan dokter baru saat ini harus rela nganggur dulu selama 6 bulan s/d 1 tahun menunggu penempatan internship. Sebagai dokter internship, dokter yang telah belajar selama 7 tahun dan bergelar sarjana pendapatannya hanya 2,5 juta/bulan sebelum dipotong pajak + uang insentif daerah, tapi ini tergantung daerahnya mampu / tidak. Parahnya uang tersebut seringkali datang terlambat dan dirapel per 3 bulan. Selama masa internship diluar jam kerjanya tidak boleh buka praktek. Karenanya banyak dokter internship yang masih harus di subsidi orang tua, berhutang, atau bahkan bekerja sebagai pegawai indomart diluar jam kerjanya.

Setelah lulus jadi dokter umum, masa pendidikan yang lama (7-8 tahun) itu tidak dianggap oleh pemerintah. Dokter dianggap setara dengan sarjana lainnya sehingga jika bekerja untuk pemerintah hanya mendapat gaji PNS sekitar 2-3 juta. Karenanya wajar jika dokter Indonesia tidak ada yang santai hidupnya. Apalagi kalau dokternya PNS. Pagi hari praktek dulu sebelum kerja. Sore atau malamnya praktek dulu sebelum tidur. Melelahkan. Tapi yang penting itu uangnya halal. Asal mau kerja keras bisa cukup hidupnya.

Untuk meningkatkan pendapatan, ada pilihan untuk jadi seorang dokter spesialis. Masalahnya di Indonesia hal tersebut sangat sulit. Alasannya antara lain:
1) Kursi sangat terbatas, kuotanya mungkin hanya sekitar 1/10 lulusan dokter umum setiap tahunnya. Sistem pendidikan spesialis di Indonesia lain sendiri dibandingkan negara lain. Di negara lain pendidikan spesialis bisa diselenggarakan oleh RS pendidikan (Hospital Based) sementara di Indonesia yang bisa menyelenggarakan pendidikan Spesialis hanya Fakultas Kedokteran. Otomatis jumlahnya jadi sangat terbatas.
2) Biaya masuknya mahal dan selama pendidikan nol penghasilan. Karena itulah kebanyakan dokter Indonesia kalau mau ambil spesialisasi harus mau nabung dulu atau mencoba ambil program beasiswa yang lagi-lagi jumlahnya sangat terbatas. Hal ini juga sangat berbeda dengan negara-negara lain dimana dokter yang menempuh pendidikan spesialis tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Mereka justru dibayar karena turut memberikan pelayanan di RS.

Baca  Lupa Bawa Kartu Saat Berobat BPJS? Tenang, Gunakan 2 Cara Ini Dijamin Lancar Jaya

Akibatnya apa?
1) Jumlah dokter spesialis di Indonesia selalu kurang.
2) Lulusannya umumnya lebih tua dibandingkan lulusan spesialis negara lain.

Jadi apakah sistem sekarang mencekik dokter? Menurut saya sih iya. Jadi pikir 1000x deh sebelum memutuskan jadi dokter sekarang.

Sumber tulisan : https://www.facebook.com/ertapriadi/posts/10206229370627854

(Visited 96 times, 1 visits today)

Share:

admin

Admin website https://dental.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.